Friday, June 19, 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM

1 comments

I. Konsep Dasar Teori
A. Pengertian
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II.

B. Tanda dan Gejala
- Hiperglikemia
- Glukosuria berat
- Penumpukan keton bodies
- Asidosis Metabolik
- Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit
- Hipotensi dan syock
- Koma/penurunan kesadaran

C. Patofisiologi
Adanya gangguan dalam regulasi Insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat menjadi Diabetik ketoasidosis manakala terjadi Diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa. Yang dipicu oleh: ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin, Adolescen dan pubertas, Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes, Stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.

D. Pemeriksaan Diagnostik
- Glukosa darah: meningkat > 200 mg/dl atau lebih
- Aseton plasma: Positif secara mencolok
- As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
- Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
- Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
- Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
- Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
- Ureum/creatinin: meningkat/normal
- Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut


II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

Identitas
Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I.

Riwayat Penyakit Sekarang
Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Poliphagi; lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati, serta penyakit pembuluh darah.

Riwayat penyakit Sebelumnya
Mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanopa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.

Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital).
Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.

Data dasar Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat
Tanda : Takikardia dan tachipnea pada saat istirahat atau aktivitas, letargi, disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.

2. Integritas Ego
Gejala : Stress, tergantung orang lain, masalah finansial
Tanda : Kecemasan, peka rangsang.

3. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, disuria, ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare
Tanda : Urine encer pucat, kuning; poliuria (dapat menjadi oliguria), urine berkabut, bau busuk (infeksi) abdomen keras, terdapat ascites, Bising usus lemah/menurun; hiperaktif (diare).

4. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus.
Tanda : Kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran thiroid, bau halitosis (manis) bau buah (napas aseton).

5. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemuatan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan penglihatan
Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut) gangguan memori (bau, masa lalu, kacau mental), refleks tendon dalam menurun, kejang.

6. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Abdomen tegang/nyeri
Tanda : wajah meringis dan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.

7. Pernafasan
Gejala : Merasa kurang oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
Tanda : Pernafasan cepat, batuk dengan/tanpa sputum.

8. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, menurunnya rentang gerak, parastesia/paralisis otot, termasuk otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam).

9. Seksualitas
Gejala : Kebas vagina, impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.


B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
2. Kekurangan volume cairan dan elektolit
3. Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


C. Rencana Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea.

Intervensi
- Kaji pola nafas tiap hari
R/ Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh.

- Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul
R/ Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan.

- Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.

- Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
R/ Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang mungkin terjadi.

- Berikan bantuan oksigen
R/ Pernafasan kusmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2.

- Kaji Kadar AGD setiap hari
R/ Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.


2. Kekurangan Volume Cairan dan Elektolit
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas normal.

Intervensi
- Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare
R/ Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL.

- Pantau tanda vital
R/ Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.

- Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungn dngan pemecvahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.

- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/ Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat.

- Ukur BB tiap hari
R/ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti.

- Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine
R/ Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.

- Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr
R/ Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.

- Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit.

Kolaborasi
- Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien individual.

- Berikan Plasma, albumin
R/ Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.

- Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K
R/ Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.
Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh kurang

- Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral
R/ Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain.

- Berikan Bikarbonat
R/ Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis.

- Pasang selang NG dan lakukan penghisapan
R/ Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah.


3. Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Berat badan stabil dan tingkat kekuatan energi tetap

Intervensi
- Timbang BB tiap hari
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya.

- Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien
R/ Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik.

- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi
R/ Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi dan ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.

- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui oral
R/ Pemberian makanan peroral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

- Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki
R/ Jika makanan yang disuai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan .

- Libatkan keluarga/pasien dalam perencanaan makanan
R/ Meningkatkan rasa keterliatan keluarga; memeberikan informasi pda keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.

- Observasi tanda hipoglikemia : penuruann kesasadaran, kulit lembab/dingin, nadi cepat, lapar, sakit kepala, peka rangsang
R/ Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperhatikan perubahan tingkat kesadaran. Ini harus ditangani dengan cepat dan ditangani melalui protokol yang direncanakan.

Kolaborasi
- Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan reduksi urine.

- Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glikosa darah, aseton, pH dan HCO3
R/ Gula darah akan menurun perlahan dengan pengantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin optimal, glukosa akan masuk dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Jika hal ini terjadi kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi.

- Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan IV intermiten/ kontinyu (5 – 10 IU/jam) sampai glukosa darah 250 mg/dl
R/ Insulin reguler memiliki awitan cepat karenanya dnegan cepat pula membantu memindahkann glukosa dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan utama karena absorbsi jaringan subkutan tidak menentu/lambat.

- Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R/ Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat untuk mengembangkan rencana makanan.
Selengkapnya...

Sunday, June 14, 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL AKUT

2 comments

I. KONSEP DASAR TEORITIS
A. Pengertian
Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah

B. Klasifikasi
1. Gagal Ginjal Akut Prarenal
2. Gagal Ginjal Akut Post Renal
3. Gagal Ginjal Akut Renal

Gagal Ginjal Akut Prarenal
Gagal ginjal akut Prarenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubular akut (NTA).

Etiologi
1.Penurunan Volume vaskular;
a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.

2. Kenaikan kapasitas vaskular
a. sepsis
b. Blokade ganglion
c. Reaksi anafilaksis.

3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
a. renjatan kardiogenik
b. Payah jantung kongesti
c. Tamponade jantung
d. Distritmia
e. Emboli paru
f. Infark jantung.

Patologi Anatomi
Gagal ginjal akut prerenal merupakan kelainan fungsional dan tidak ada perubahan patologi anatomi.

Patofisiologi
Perjalanan penyakit dalam beberapa fase, yaitu :
1. Fase Oliguri
2. Fase Poliguri
3. Fase Penyembuhan
Umumnya pada fase oliguri ( urine < 400 ml / 24 jam), fase ini dapat berlangsung berhari – hari / berminggu – minggu, bila di tolong segera jumlah urine akan normal kembali. Pada ARF umumnya tidak sampai anuri ( 0 – 20 ml / 24 jam kecuali ada obstruksi atau timbul nekrosis kortikal bilateral.

Patogenesis
Ketiga etiologi yang telah disebutkan sebelumnya akan mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, kenaikan sekresi ADH dan aldosteron serta kenaikan reabsorpsi natrium di tubuli proksimal. Mekanisme adaptasi ini bertujuan untuk mempertahankan volume intra vaskuler dengan mencegah kehilangan natrium dan air di dalam urine. Kekurangan perfusi tersebut harus di koreksi untuk mencegah terjadinya NTA

Pemeriksaan Klinis
Anamnesis : Perlu di tanyakan segala kemungkinan penyebabnya
Pemeriksaan fisik : Perlu diperhatikan tanda - tanda vital: tensi, nadi, tekanan vena sentral serta ada atau tidak adanya hipotensi ortostatik

Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Ureum, kreatinin, elektrolit serta osmalaritas
Urine : Ureum, kreatinin, elektrolit, osmalaritas, dan berat jenis

Diagnosa Banding
Perlu dipikirkan diagnosa banding antara gagal ginjal akut prarenal dengan gagal ginjal akut renal

Diagnosis
Gagal ginjal akut ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium. Oliguri akan disertai dengan berat jenis dan osmolaritas urine yang tinggi, sedangkan kadar natrium dalam urine rendah.

Penalaksanaan
Penyebab gagal ginjal akut prarenal harus segera dihilangkan serta diusahakan untuk dapat mempertahankan diuresis, kalau perlu dapat diberikan manitol atau purosemid.

Pencegahan
Penyebab hipoperpusi ginjal hendaknya dihindari atau bila sudah terjadi harus segera di perbaiki.

Gagal Ginjal Akut Renal
1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
a. Glomerulonefritis
b. Nefrosklerosis
c. Penyakit kolagen
d. Angitis hipersensitif
e. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.

2. Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut ( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.

Etiologi
Berdasarkan etiologi NTA dapat dibedakan atas:
- Tipe iskemik, yang merupakan kelanjutan gagal ginjal prarenal
- Tipe neprotoksik, yang terjadi karena bahan nefotoksik seperti: merkuri, karbon tetrakoid, neomisin, kanamisin, dan lain - lain.

Patologi Anatomi
Perubahan patologi ternyata tidak ada hubungan dengan berat ringannya gagal ginjal akut. Pada glomerall umumnya tidak dijumpai perubahan, kelainan terutama dijumpai pada tubuli histopatologik di kenal dua macam bentuk kelainan

Patofisiologi
Perjalanan NTA dbedakan atas dua yaitu : fase oliguri dan fase penyembuhan dan dikenal juga adanya gagal ginjal akut poliuri dimana tidak jelas adanya fase oliguri.

Patogenesis
Macam – macam hipotesis telah diajukan, namun sampai saat ini yang dianggap paling paling mungkin mendasari adanya NTA adalah kelainan tubular dan vascular

Diagnosa Banding
Perlu dipikirkan adanya diagnosa banding antara gagal ginjal akut prarenal dan NTA. diagnosis banding ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan :
- Laboratorium urine dan darah
- Uji diuretik

Diagnosis NTA
Dapat ditegakkan pada pemderita oliguri bila disertai dengan :
- Konsentrasi Na dalam urine tinggi lebih dari 20 mEg/l
- Osmolaritas urine rendah yaitu kurang dari 400 mOsm/l
- Kadar ureum dalam urine dibagi kadarnya dalam plasma lebih kecil dari 10
- Kadar ureum dalam plasma dibagi kadar kreatinin dalam plasma lebih kecil dari 10:1
- Uji diuretik tidak menunjukkan terjadi diuresis

Prognosis
Prognosis NTA sampai sekarang masih dianggap kurang baik, sebab kematian terbesar adalah terjadinya komplikasi infeksi.

Penatalaksanaan NTA

Tujuannya adalah untuk mecegah terjadinya komplikasi metabolic dan infeksi serta mempertahankan penderita tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.

Dialisis
Pengelolaan NTA disamping konservatif, mungkin suatu saat memerlukan dialysis, baik dialysis peritoneal atau hemadialisis

Pencegahan
Pencegahan NTA hendaknya diusahakan oleh setiap dokter
- Pemakaian obat – obatan nefrotoksi hendaknya dengan indikasi tepat dan monitoring yang baik.
- Menghindari terjadinya hipoperfusi ginjal dan bila sudah terjadi harus segera di koreksi terutama pada orang yang resti.
- Untuk mencegah terjadinya NTA pasca bedah perlu dipertahankan hidrasi pra operatif yang baik.

Gagal Ginjal Akut Postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi

Etiologi
1. Obstruksi
a. Saluran kencing: batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.
b. Tubuli ginjal: Kristal, pigmen, protein (mieloma).
2. Ektravasasi.

Patogenesis
Secara mekanik terjadi gangguan aliran kencing pada kedua sisi, atau obstruksi dimana ginjal sebelah lainnya sudah mengalami nefrektomi.

Pemeriksaan Klinis
Anamnesis yang mencurigakan ke arah kemungkinan obstruksi antara lain :
- Poliuri yang diikuti oleh anuri.
- Obstruksi parsial ureter dapat mengakibatkan sindrom seperti diabetes insipidus yang resisten terhadap pitresin.

Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Ureum, kreatinin, dan elektrolit
Urine : Ureum, kreatinin, elektrolit, dan berat jenis urine

Diagnosis
Menegakkan diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan radiologis, reografi radio aktif atau ultrasonografi.

Penatalaksanaan
Adalah tindakan pembedahan untuk dapat menghilangkan obstruksinya. Perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya sindrom pasca obstruksi, berupa poliuri yang hebat dan memerlukan koreksi cairan dan elektrolit.

Pencegahan
Pada umumnya untuk gagal ginjal akut postrenal sulit dilakukan pencegahan mengingat penyebabnya sebagian besar tidak diketahui penyebab sebelumnya.


II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Aktifitas Dan Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaese
Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus

Sirkulasi
Tanda : Hipotensi / hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia / hipertensi akibat kehamilan).
Disritmia jantung.
Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia).
DVJ, nadi kuat (hipervolemia).
Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum).
Pucat, kecenderungan perdarahan

Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,poliuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)
Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).
Abdomen kembung diare atau konstipasi
Riwayat HPB, batu/kalkuli
Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.
Oliguri (biasanya 12-21 hari); poliuri (2-6 liter/hari).

Makanan / Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi).
Mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati
Penggunaan diuretik
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, bagian bawah).

Neurosensori
Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur.
Kram otot/kejang, sindrom “kaki Gelisah”.
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit / asam basa.
Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang

Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah

Pernapasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru).

Keamanan
Gejala : Adanya reaksi transfusi
Tanda : Demam, sepsis (dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.

Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius, malignansi, riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), obat nefrotik penggunaan berulang contoh: aminoglikosida, amfoterisin, anestetik vasodilator,
Tes diagnostik dengan media kontras radiografik,
Kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran perkemihan, sepsis gram negatif, trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedera listrik, gangguan autoimun, DM, gagal jantung/hati.


B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Perubahan kelebihan volume cairan
Dapat dihubungkan dengan : Mempengaruhi mekanisme regulatori(gagal ginjal dengan retensi urine)

Kemungkinan dibuktikan oleh : Pemasukan lebih besar dari pengeluaran, oliguri, perubahan pada berat jenis urine. Distensi vena; TD / CVP berubah. Edema jaringan umum, peningkatan berat badan. Perubahan status mental, gelisah. Penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada

Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi : Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis / hasil laboratorium mendekati normal ; berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tidak ada edema.

Intervensi
Mandiri
1. Awasi denyut jantung, TD dan CVP
2. Catat pemasukan dan pengeluaran yang akurat. Termasuk cairan “tersembunyi” seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tidak kasat mata, contoh: berkeringat.
3. Awasi Bj urine
4. Rencanakan penggantian cairan pada klien, dalam pembatasa multipel. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi, contoh : panas, dingin, beku
5. Timbang berat badan tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
6. Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4)
7. Auskultasi paru dan bunyi jantung
8. Kaji tingkat kesadaran; selidiki perubahan mental, adanya gelisah
9. Kaji tingkat kesadaran; selidiki perubahan mental, adanya gelisah

Kolaborasi
1. Perbaiki penyebab yang dapat kembali karena gagal ginjal akut, contoh: memperbaiki perfusi ginjal, memaksimalkan curah jantung, menghilangkan obstruksi melalui pembedahan
2. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh:
- BUN; kreatinin;
- Natrium dan kreatinin urine;
- Natrium serum;
- Kalium serum;
- Hb / Ht;
- Foto dada;
- Berikan / batasi cairan sesuai indikasi
3. Berikan obat sesuai indikasi:
- Diuretik, contoh: furosemid (Lasix), manitol (Osmitrol);
- Antihipertensif, contoh: klonidin (Catapres), metildopa (Aldomet), prazodin (Minipres)
- Masukkan / pertahankan kateter tidak menetap, sesuai indikasi
4. Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi

2. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung.
Faktor resiko meliputi : Kelebihan cairan (disfungsi / gagal ginjal, kelebihan pemberian cairan), Perpindahan cairan, defisit cairan (kehilangan berlebihan), Ketidak seimbangan elektrolit (kalium, kalsium); asidosis berat, Efek uremik pada otot jantung / oksigenasi.

Kemungkinan dibuktikan oleh : {tidak dapat diterapkan, adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual}

Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi : Memepertahankan curah jantung dibutuhkan oleh TD dan denyut jantung / irama jantung dalam batas normal; nadi perifer kuat, sama dengan waktu pengisian kapiler.

Intervensi
Mandiri

1. Awasi TD dan frekuensi jantung
2. Observasi EKG atau telemetri untuk perubahan irama
3. Auskultasi bunyi jantung
4. Kaji warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku. Perhatikan waktu pengisian kapiler
5. Perhatikan terjadinya nadi lambat, hipotensi, kemerahan, mual / muntah dan penurunan tingkat kesadaran (depresi SSP).
6. Selidiki laporan kram otot, kebas / kesemutan pada jari, dengan kejang otot, hiperfleksia.
7. Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat dan berikan bantuan dengan perawatan dan aktivitas yang diinginkan

Kolaborasi
1. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh :
- Kalium;
- Kalsium;
- Magnesium;
- Berikan / batasi cairan sesuai indikasi
2. Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi
3. Berikan obat sesuai indikasi :
- Agen inotropik, contoh ; digoksin (Lanoxin)
- Kalsium glukonat ;
- Jel aluminium hidriksida (amphojel, Basal gel)
- Cairan glukosa / insulin ;
- Natrium bikarbonat atau natrium sitrat ;
- Natrium polisitiren sulfonat (kayexalate) dengan / tanpa sorbitol;
4. Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi

3. Resiko tinggi terhadap Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Faktor resiko meliputi : Katabolisme protein; pembatasan diet untuk menurunkan produk sisa nitrogen. Peningkatan kebutuhan metabolik. Anoreksi, mual / muntah, ulkus mukosa mulut.

Kemungkinan dibuktikan oleh :{tidak dapat diterapkan, adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual}

Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi : Mempertahankan / meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema

Intervensi
Mandiri

1.Kaji catat pemasukan diet
2. Berikan makanan sedikit tapi sering
3. Berikan kepada klien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pilihan menu.
4. Tawarkan perawatan mulut sering / cuci dengan larutan (25 %) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras atau penyegar mulut diantara makan
5. Timbang berat badan tiap hari.

Kolaborasi
1. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : BUN, albumin serum, transferin,natrium dan kalium
2. Konsul dengan ahli gizi / tim pendukung nutrisi
3. Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi
4. Berikan kalori tinggi, diet rendah / sedang protein. Termasuk kompleks karbohidrat dan sumber lemak untuk memenuhi kebutuhan kalori ( hindari sumber gula pekat )
6. Berikan obat sesuai indikasi :
- Sediaan besi ;
- Kalium ;
- Vitamin D ;
- Vitamin B kompleks ;
- Antiemetik, contoh proklorperazin (Compazine), trimetobenzamid (Tigan);

4. Kelelahan.
Dapat dihubungkan dengan : Penurunan produksi energi metabolik / pembatasan diet, anemia
Peningkatan kebutuhan energi, contoh : demam / inflamasi, regenerasi jaringan

Kemungkinan dibuktikan oleh : Kekurangan energi. Ketidakmampuan untuk mempertahankan aktivitas biasa, penurunan penampilan . Letargi, tidak tertarik pada sekitar

Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi : Melaporkan perbaikan rasa berenergi. Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan

Intervensi
Mandiri
1. Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas. Perhatikan kemampuan tidur / istirahat dengan tepat
2. Kaji kemampuan untuk berpartisifasi pada aktifitas yang diinginkan / dibutuhkan
3. Identifikasi faktor stress / psikologis yang dapat memperberat
4. Rencanakan periode istirahat adekuat
5. Berikan bantuan dalam aktivitas sehari – hari dan ambulasi
6. Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai toleransi klien

Kolaborasi
1. Awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium dan kalium

5. Resiko tinggi terhadap infeksi
Faktor resiko meliputi : Depresi pertahanan imunologi ( sekunder terhadap uremia ). Prosedur invasif / alat ( contoh : kateter urine ). Perubahan pemasukan diet / malnutrisi.

Kemungkinan dibuktikan oleh : {tidak dapat diterapkan, adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual}

Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi : Tidak mengalami tanda / gejala infeksi

Intervensi
Mandiri
1. Tindakan cuci tangan yang baik pada klien dan staf
2. Hindari prosedur invasif, instrumen dan manipulasi kateter tidak menetap, kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat / mamanipulasi IV / area invasif. Ubah sisi / balutan per protokol. Perhatikan edema, dreinage purulen.
3. Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatkan perawatan perianal. Pertahanan sistem drainase urine tertutup dan lepaskan kateter tidak menetap sesegera mungkin
4. Kaji integritas kulit
5. Dorong napas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering
6. Awasi tanda vital

Kolaborasi
1. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : SDP dengan diferensial
2. Ambil spesimen untuk kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotik tepat sesuai indikasi.

6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
Faktor resiko meliputi : Depresi pertahanan imunologi (sekunder terhadap uremia). Prosedur invasif / alat (contoh : kateter urine). Perubahan pemasukan diet / malnutrisi.

Kemungkinan dibuktikan oleh : {tidak dapat diterapkan, adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual}

Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi : Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang ; turgor kulit baik, membran mukosa lembab, nadi perifer teraba, berat badan dan tanda vital stabil dan elektrolit dalam batas normal.

Intervensi
Mandiri
1. Ukur pemasukan dan pengeluaran dengan akurat. Hitung kehilangan tidak kasat mata
2. Berikan cairan yang diizinkan selama periode 24 jam
3. Awasi TD ( perubahan posturnal ) dan frekuensi jantung
4. Perhatikan tanda / gejala dehidrasi, contoh : membran mukosa kering, sensori dangkal, haus, vasokontriksi perifer.
5. Kontrol suhu lingkungan ; batasi linen tempat tidur

Kolaborasi
1.Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : natrium

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan
Dapat dihubungkan dengan : Kurang terpajan / mengingat. Salah interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber informasi

Kemungkinan dibuktikan oleh : Pertanyaan / permintaan informasi, pernyataan salah konsep.
Tidak akurat mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit, prognosis dan pengobatan. Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab. Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program pengobatan.

Intervensi
Mandiri
1. Kaji ulang proses penyakit, prognosis dan faktor pencetus bila diketahui
2. Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah episode akut berlalu
3. Diskusikan dialisis ginjal atau transplantasi bila ini merupakan bagian yang mungkin akan dilakukan di masa yang akan datang
4. Kaji ulang rencana diet / pembatasan,. Termasuk lembar daftar makanan yang dibatasi.
5. Dorong klien untuk mengobservasi karakteristik urine dan jumlah / frekuensi pengeluaran
6. Buat jadwal teratur untuk penimbangan
7. Kaji ulang pemasukan dan pembatasan. Ingatkan klien untuk membagi cairan selama sehari dan termasuk semua cairan (contoh : es) pada jumlah cairan sehari.
8. Identifikasi gejala yang memerlukan intervensi medik, contoh: penurunan pengeluaran urine, peningkatan berat badan tiba – tiba, adanya edema, letargi, perdarahan, tanda infeksi dan gangguan mental.
Selengkapnya...

Saturday, June 13, 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN

3 comments

I. Konsep Dasar Teori
A. Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

B. Rentang Respon Kehilangan
Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969).

Fase Marah Fase Depresi
__________________________________________________________
Fase Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima


Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.

Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.

Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.

Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.


II. Konsep Dasar Asuhan keperawatan
A. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

B. Rencana Tindakan Keperawatan
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.

Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.

Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien.

2. Menyelidiki diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap dirinya sendiri.

3. Mengevaluasi diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.

4. Membuat perencanaan yang realistik.
~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.

6. Mengobservasi tingkat depresi.
~ Mengamati perilaku klien.
~ Bersama klien membahas perasaannya.
R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
~ Menghargai perasaan klien.
~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi :
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi.
R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.

3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.
R/ Diharapkan klien mandiri.

4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.
R/ Diharapkan klien mandiri.

5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
R/ Diharapkan klien mandiri
R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang lain
Selengkapnya...

Saturday, June 6, 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DEPRESI

0 comments

I. Konsep Dasar Keperawatan

A. Masalah Utama
Gangguan alam perasaan: depresi.

B. Proses Terjadinya Masalah
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik: rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.

Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain: faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagainya.

Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikis seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

C. Pohon Masalah
Resiko Mencederai Diri (akibat) <--- Gangguan alam perasaan: depresi (Core problem) <--- Koping maladaptif (Penyebab)


II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Gangguan alam perasaan: depresi
- Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.

- Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan lang¬kah yang diseret.Kadang kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me¬nangis.Proses berpikir terlambat, seolah olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang¬gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.Kadang kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu.

2. Koping maladaptif
a. DS: menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
b. DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

B.Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

C. Rencana Tindakan Keperawatan
- Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
- Tujuan khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
c. Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
d. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya
e. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti
f. Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.

2. Klien dapat menggunakan koping adaptif
Intervensi:
a. Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
b. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
c. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
d. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
e. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima
f. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
g. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.

3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
Intervensi:
a. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
b. Jauhkan dan simpan alat alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
c. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
d. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Intervensi:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Intervensi:
a. Kaji dan manfaatkan sumber sumber ekstemal individu (orang orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
b. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
c. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: konseling pemuka agama).

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Intervensi:
a. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
b. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
c. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
d. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Selengkapnya...

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

1 comments

I. Konsep Dasar Teori
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karenakenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38° C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

B. Etiologi
1. disebabkan oleh suhu yang tinggi

2. timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak macam agent:
a. Bakteriel:
Penyakit pada Tractus Respiratorius:
· Pharingitis
· Tonsilitis
· Otitis Media
· Laryngitis
· Bronchitis
· Pneumonia
Pada G. I. Tract:
· Dysenteri Baciller
Sepsis
Pada tractus Urogenitalis:
· Pyelitis
· Cystitis
· Pyelonephritis

b. Virus:
Terutama yang disertai exanthema:
· Varicella
· Morbili
· Dengue
· Exanthemasubitung

C. Patofisiologi
Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi faktor keturunan atau genetik.
Penyakit Infeksi (extra cranial) ---> Kenaikan Suhu ---> Disfungsi Neorologis Pada Jaringan Serebral ---> Episode Paroksisimal Berulang (kejang)

D. Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak menyebabkan kematian.Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
· Kejang demam berulang
· Epilepsi
· Kelainan motorik
· Gangguan mental dan belajar

E. Gejala Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:
· Kejang berlangsung singkat, <> 15 menit
· Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
· Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis: Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung).

Pemeriksaan Neurologis: tidak didapatkan kelainan.

Pemeriksaan Laboratorium: pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula
darah).

Pemeriksaan Radiologi: X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS): tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bayi <> 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG): tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.

G. Diagnosis Banding
· Meningitis
· Ensefalitis
· Abses otak

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kejang demam meliputi:
Penanganan pada saat kejang
· Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan) atau 0,4 – 0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
· Turunkan demam:
Anti Piretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5 – 10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 – 4 kali per hari.
Kompres: suhu > 39° C dengan air hangat, suhu > 38° C dengan air biasa.
· Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
· Penanganan suportif lainnya meliputi: bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah.

Pencegahan Kejang
· Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam.
· Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15– 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 – 3 dosis.


II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan:
1. Resiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang
Intervensi:
· Baringkan ditempat yang rata, miringkan kepala
· Singkirkan benda-benda yang berbahaya di sekitar pasien
· Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
· Isap lendir sampai bersih
· Berikan oksigen
· Bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif
· Setelah pasien sadar penuh berikan minum hangat
· Jika kejang masih berlangsung dengan tindakan ini segera hubungi dokter

2. Suhu tubuh meningkat diatas normal berhubungan dengan infeksi
Intervensi:
· Berikan minum yang banyak
· Berikan suasana yang nyaman
· Observasi tanda-tanda vital
· Berikan selimut yang tipis dan pakaian yang menyerap keringat

3. Resiko terjadi bahaya / injury
Intervensi:
· Tempatkan pasien kejang pada tempat yang datar dan aman
· Hindarkan benda-benda yang berbahaya di sekitar pasien
· Monitor ketat keadaan umum pasien setelah pemberian konvulsan

4. Kurangnya pengetahuan orang tua,mengenai penyakit
Intervensi:
*Menjelaskan pada orang tua tentang:
· Menyediakan obat antipiretika dan anti konvulsan sesuai petunjuk dokter
· Anak segera diberikan obat antipiretik bila demam
· Penanganan kejang sederhana di rumah: dibaringkan di tempat yang rata dan aman, melonggarkan baju, memberikan kompres dingin, memberi minum setelah pasien sadar penuh.
· Bila kejang berlangsung lama segera bawa ke rumah sakit
· Bila diberikan diazepam rectal, ajarkan pemakaian.
· Jika anak mendapat imunisasi beritahukan orang tua agar menjelaskan pada petugas kesehatan jika anaknya penderita kejang demam dan diberikan imunisasi yang tidak mengakibatkan demam.
Selengkapnya...

 

dez's blog Copyright © 2008 D'Black by Ipiet's Blogger Template