Saturday, May 23, 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT


A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.


B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain


C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu.

2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.

Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital

3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk


D. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

- Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

- Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

- Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

- Pemeriksaan Penujang
• CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
• MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
• Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
• Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
• X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
• BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
• PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
• CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
• ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
• Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
• Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan
Konservatif:
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
• Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.


2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.


3. Intervensi

a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.

• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.

• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.

• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.

• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.

• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.


b. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

Kriteria Evaluasi : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.

Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.

• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.

• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.

• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.


c. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :
• Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.

• Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.

• Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

• Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.

• Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.

• Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

• Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.

• Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).


d. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

Tujuan :Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :
• Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

• Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

• Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

• Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.

• Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.


e. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.

Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.

• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.

• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.

• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.


f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam

• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.

• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.

• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.

3 comments:

90 on June 17, 2009 at 2:35 PM said...

thansk info nya

Bayu Shandra on April 8, 2012 at 8:46 PM said...

thks ya infonya..!!
^_^

Bayu Shandra on April 8, 2012 at 8:47 PM said...

thks informasinya..!!
^_^

 

dez's blog Copyright © 2008 D'Black by Ipiet's Blogger Template